Senin, 26 Desember 2011

Cerpen : Terima Kasih Vany (1)

Agak terburu-buru Ibu Ratna berjalan di koridor rumah sakit. Tadi sempatkan pulang ke rumah. Setelah satu minggu ini secara terus menerus ia berada di rumah sakit.

Sejak Teri mengalami kecelakan di awal tahun lalu, Ibu Ratna banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit, untuk menemani putri bungsunya itu.

Setengah berlari,  Ibu Ratna menyusuri jalan menuju ruang perawatan anaknya.

Baru dua hari ini Teri masuk  ruang perawatan. Selama beberapa hari Ibu Ratna hanya bisa memantau kondisi putrinya dari ruang kaca. Karena setelah masa operasi. Teri harus dirawat di ruang isolasi untuk memulihkan terlebih dahulu kondisinya.

Saat ini Teri banyak sekali berubah, bahkan selama dua hari Ibu Ratna menunggu anaknya itu, Teri tidak berbicara.  Hal ini terjadi karena Teri kehilangan semangat Hidupnya. Setelah mengetahui bahwa kaki kirinya kini telah di amputasi.

Sebagai seorang gadis yang biasanya selalu enerjik dengan berbagai macam kegiatan, tentu saja tidak mudah bagi Teri menerima keadaan ini. Apalagi musibah yang dialaminya datang ketika ia siap memasuki tahun yang baru dengan berbagai rencana yang telah disusunya.

Seringkali Ibu Ratna melihat Teri meneteskan air matanya seorang diri,  
hal ini menyiksa diri Ibu Ratna sebagai seorang Ibu.

Seperti siang itu, Ibu Ratna sebelum masuk ruang perawatan, seorang perawat mencegatnya untuk memberi tahukan dirinya kondisi Teri masih sama dengan kondisi kemarin. Ia belum mau berbicara. Tidak mau makan. Bahkan ketika teman-temannya datang menjenguknya, ia malah mengusir mereka semua.

Ibu Ratna yang selama seminggu ini kurang istirahat, mendengar laporan itu wajahnya nampak semakin lelah. Ia pun segera langsung masuk ruang perawatan setelah mengucapkan kata Terima kasih kepada perawat yang memberikan informasi tadi.

Sementara itu di atas ranjang, Teri yang mendengar kedatangan seseorang mencoba segera memalingkan wajahnya, ia menghadap ke tembok, dan berpura-pura memejamkan mata. Hal itu sering kali dilakukannya ketika ada orang lain di ruang itu. Sekalipun yang ada disana adalah Ibunya sendiri.

Ibu Ratna (IR): ”Sayang, buburnya ngaak dimakan
(sambil memegang pundak Teri).
(perlahan pula si Teri merengutkan punggung dan bahunya)
(Kalaupun bisa ia ingin mengerut dan mengecil hingga orang lain tak lagi
menemukannya)

Kemudian dengan sabar Ibu Ratna membujuk Putrinya itu.

IR: ”Teri, kamu harus makan, nanti kalau kau gak mau makan.
Kondisi tubuhmu tidak akan capat pulih nak.”
           
”Ini loh Ibu, tadi bawakan ambon ayam kesukaanmu.”
”Menurut dokter kamu harus makan makanan bergizi supaya cepat pulih kondisinya Ibu suap yaaa...”

Tetapi walaupun Ibu Ratna berusaha menyuapkan bubur ke mulut Teri. Tetap saja gadis itu tidak mau membuka matanya, apalagi membuka mulutnya.

Ibu Ratna merasa usahanya sia-sia, ia pun menaru kembali sendok dan mangkok bubur  itu diatas meja disamping ranjang Teri

Ibu Ratna beranjak dari tempat duduknya.  Ia mencoba mengalihkan perhatiannya dan pandangan matanya tertuju pada parsel buah yang cukup besar.
Sesaat ia mendekati parsel itu, lalu membaca kartu yang tertempel diatasnya

IR: ”Teri tadi teman-temanmu kesini ya ... ”
(tanya Ibu Ratna itu kepada putrinya sambil membawa kartu itu)

            ”Sayang coba deh kamu baca kartu ini, mereka membuat special untuk mu loh”
”Hei... liat ini di juga mengirimkan buah jeruk kesukaanmu. Pasti kamu senang ya menerima kedatangan mereka.”
(pancing Ibu Ratna membuka membicaraan ini)

Kalau Ibu boleh tahu siapa saja yang datang kesini. Hai ada Aldo gak... pasti senang dunk dijenguk cowok idola kamu itu.

Ternyata pancingan Ibu Ratna tidak mengenai sasaran, Teri tetap terdiam, menutup kelopak matanya, walaupun sebenarnya dia tidak tertidur. Ibu Ratna hampir saja kehilangan akal, bagaimana caranya membuat Teri itu bisa membuat berbicara lagi seperti dulu.

Sempat terpikir oleh Ibu Ratna untuk membawakan seorang psikiater, kebetulan teman sekolah SMA-nya dulu adalah seorang psikolog. Namun menurut dokter yang merawat Teri, agar keinginan itu ditunda dulu, sampai Teri mau berkomunikasi dengan orang lain.

Merasa jenuh Ibu Ratna berjalan keluar kamar. 

(Bersambung)