Jumat, 30 September 2011

Kunci Harmonis


Permusuhan antara keluarga Hatfield dan McCoy yang terjadi pada abad ke-19, diawali dengan pertengkaran karena seekor babi razorback [sejenis babi berbadan kurus dan agak buas]. Pertengkaran ini berlanjut dengan pembalasan dendam yang berlangsung terus-menerus hingga puluhan tahun. Mereka saling membunuh dengan kejam sehingga menimbulkan trauma bagi setiap keluarga yang tinggal di lembah Sungai Tug Fork, di sepanjang perbatasan Kentucky dan Virginia Barat. Orang-orang yang memulai pertengkaran ini, William Hatfield dan Randolph McCoy, seharusnya bertanggung jawab atas banyaknya korban yang mati. Namun mereka tak pernah diseret ke pengadilan. Mereka memang berumur panjang, tapi pada masa hidupnya mereka hanya menyaksikan penderitaan dan kematian orang-orang yang mereka kasihi. Ini adalah contoh konflik yang berakhir buruk.



KESTABILAN EMOSI MENENTUKAN KEHARMONISAN HUBUNGAN

Sekuat dan sesehat apa pun tubuh kita, pasti ada saatnya kita jatuh sakit; entah flu atau batuk. Begitu juga relasi kita dengan orang lain; seharmonis dan seakrab apa pun relasi kita dengan orang lain, pasti ada saatnya kita berkonflik. Sebab pada dasarnya kita ini berbeda; latar belakang, cara pikir, kepekaan, karakter. Di samping itu, kestabilan emosi kita ada saatnya turun, sehingga kita menjadi lebih peka dari biasanya. Jadi sebetulnya konflik itu wajar-wajar saja. Bahkan dalam kadar tertentu, konflik ada baiknya juga; membuat kita bisa lebih saling menerima dan memahami. Yang penting sebetulnya bukan konfliknya, tetapi bagaimana kita menyikapinya. Konflik akan menjadi produktif kalau kita sikapi dengan positif. Sebaliknya konflik akan kontraproduktif kalau kita sikapi dengan negatif. Anda dan saya pasti menginginkan kehidupan yang harmonis. Tahukah Anda bahwa harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi. Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Tapi jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah dan hangat. Seperti itulah selayaknya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak bahkan mertua. Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan. Di situlah letak keharmonisan.

KEHARMONISAN MENGISI KEKOSONGAN

Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang istri bernada tinggi. Di sinilah suami-istri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antara mereka. Menyikapi konflik, perbedaan, secara positif adalah dengan kasih. Kasih merupakan pengikat yang menyempurnakan dan mempersatukan sebuah relasi. Kasih itu mewujud dalam belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, pengampunan. Dan, yang lebih penting lagi, kasih itu bertolak dari damai sejahtera Kristus dalam hati.

UNSUR PENYELESAIAN KONFLIK YANG SEHAT

1. Mencari akar penyebab konflik secara obyektif.
Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi kalau sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal tidak secara utuh. Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang bisa dibenahi.

2. Menyelaraskan sikap hati pribadi dengan sikap hati Kristus.
Ingatlah firman-Nya: “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” (Efesus 4:26). “Hai saudarasaudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkatakata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (Yakobus 1:19-20). “Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. ” (Efesus 4:31-32).

3. Bekerjasama untuk menyelesaikan akar penyebab konflik dan bukan saling menyerang antar pihak yang berkonflik.
Konflik merupakan bagian dari suatu hubungan. Tidak jarang lelaki dan perempuan menangani ketidaksepakatan dengan cara berbeda. Padahal, sesungguhnya mereka menginginkan kesamaan dalam suatu hubungan. Jika timbul suatu masalah, dengarkan apa yang menjadi perhatian masing-masing dengan tenang dan konstruktif. Hargai pendapat masingmasing. Jika tidak mendapatkan solusi, beri tenggang waktu dan bersabarlah untuk memperkukuh relasi.